Sabtu, 07 April 2012

HUKUM DI NEGERI INDONESIA


Dapat kita lihat seperti gambar diatas, merupakan cermin hukum di Indonesia saat ini. Banyak kasus-kasus yang tak terpecahkan, banyak pula rakyat yang meronta pada pemimpinnya. Dimana keadilan? Dimana janji-janji? Yang ada hanya KORUPSI.

Korupsi di negeri ini seperti tumor atau penyakit yang akut meradang, dan menyerupai sebatang pohon yang tumbuh membesar dengan ranting-rantingnya yang menjulur ke langit serta akar yang kokoh mencengkram tanah. Bahkan kotoran itu menyerupai semacam trend yang patut mendapat acungan jempol dan rating bintang. Kita tidak lagi merasa asing ataupun aneh dan mungkin bersikap apatis dengan berita-berita serta perbincangan di berbagai media yang mengupas kasus korupsi di negeri ini yang tidak ada habisnya. Tapi pelaku korupsi yang disebut biang maling (koruptor) yang telah meludahi dan mencoreng aib, bahkan sebenarnya telah mengkhianati negeri ini; bisa begitu nyaman melenggang dan berongkang kaki dengan berbagai fasilitas serta keistimewaan laiknya seorang yang berprestasi dan berjasa untuk kemajuan negeri ini. Di mana letak harga diri dan rasa malu bangsa ini? Atau memang bangsa ini sudah tidak memiliki wajah? Lalu apa gunanya hukum dan perundang-undangan jika itu sekedar catatan yang dipahami cuma untuk ketololan? Akankah keadilan itu menjadi diksi yang tertidur dan mengigau dalam lipatan selimut? Dan apa sebenarnya yang kita perjuangkan untuk bangsa ini setelah diwarisi kata merdeka? Lemahnya hukum yang ditunjang dengan lemahnya mental, akhlak, serta pola pikir pelaku hukum terhadap pelaku korupsi di negeri ini adalah gambaran kebobrokan dan menjadi faktor utama dari kemandulan dan kegagalan hukum di negeri ini dalam menyikapi kasus korupsi. Keberadaan KPK (komisi pemberantasan korupsi) sebagai instansi yang menangani kasus korupsi di negeri ini, hanya akan menjadi sebuah wacana atau retorika kosong yang tidak akan berdampak apapun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya jika tidak adanya ketegasan dari hukum dan semua elemen pendukungnya (pelaku hukum). Dan sudah sepatutnya hukuman mati diberlakukan bagi pelaku korupsi atau koruptor sebagai bentuk ketegasan hukum dan pelaku hukum di negeri ini.
Penegakan supremasi hukum negeri ini menganut filosofi belati, sebuah bilah besi tipis dan tajam yang bertangkai sebagai alat pengiris dan banyak macam dan namanya (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2003). Hukum memang tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.

3 biji kakao mendekam dalam jeruji, korupsi milyaran bebas melenggang ke luar negeri, Inilah ironi negeri ini.

Bicara soal pemberantasan korupsi, tapi nyata-nyata korupsi masih tumbuh subur. Ngomong komitmen dalam penegakan supremasi hukum malah inkonsisten terhadapnya.

Hukum di Indonesia jelas-jelas menganut filosofi belati, tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Jika sudah seperti ini, mari tunggu kehancuran negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar