Jumat, 23 Maret 2012

CINTA KASIH


Cinta kasih orangtua begitu besar kepada sang anak, antara orangtua(ibu dan ayahnya) yang
bekerja dan orangtua(ibu) yang tidak bekerja sangatlah berbanding lurus jikalau mereka
ingat dengan anaknya, membagi waktu antara dunia kerja dan peran sebagai orangtua. Ada
yang orangtuanya bekerja yang bisa membagi waktu untuk anaknya dan ada yang tak bisa
membaginya, yang penting kebutuhan sekolah dan yang lainnya terpenuhi asal mereka
bekerja keras dan mereka puas. Apakah mereka PUAS? Pasti sang anak menjawab puas
tetapi ada yang kurang dari mereka terhadap mereka.

Ada pula yang orangtua(ibu) yang tak bekerja tetapi yang melupakan anaknya karena sibuk
dengan temannya, bergaul ke sana kemari, arisan sana-sini, ke salon, mungkin ada yang
seperti itu dan anaknya hanya dikasih uang berapa untuk keperluannya, apakah sang anak
senang? IYA tetapi adakalanya mereka merasa sendiri dan tak ada yang perduli.

Yang orangtuanya bekerja hanya mementingkan uang untuk kebahagiaan mereka, ada yang
anaknya terima begitu saja yang penting mereka menuruti pintaku dan ada yang tidak.
Kemungkinan yang menerima begitu saja karena banyak teman dan dapat bersenang-senang
bareng dengan menghabiskan uang dan kalaupun meminta lagi pasti dikasih, yang penting
happy ‘katanya’ dan pasti ada kalanya mereka merasa sepi kalau perpisahan waktu yang
memisahkan dengan temannya, karena yang diingkan hanya ada orang yang bisa diajak
bicara bersama, mampu mendengarkan ceritanya, temanpun ada rasa bosan ataupun tidak
kalau selalu ditemenin ke sana kemari walaupun diteraktir. Yang tak menerima begitu saja
pasti akan berulah yang aneh- aneh saat di sekolah maupun di rumah, mereka bosan.
BOSAN. Dan dia mampu mengontrol keinginannya saat di lingkungan. Saat makan malam
bersama yang jarang-jarang ini hanya membicarakan pekerjaan tanpa menanyakan
‘bagaimana sekolahnya?’ dan selesai makan sang anak langsung ke kamar. Suatu ketika
mereka berulah yang sampai dipanggil orangtuanya, orangtuanya hanya memarahinya dan
tak menanyakan kenapa melakukan begitu.

Yang orangtuanya(ibu) tak bekerja yang hanya memberi uang banyak terhadap anaknya pun
sama mencari kesenangan dengan orang lain, ibunya hanya mementingkan kebahagiaan
sendiri dan ayahnya hanya sibuk mencari uang, sang ibu hanya berbicara dengan suaminya
soal ‘uang’ berbicara hal lainpun jarang dan sang suami berkata ‘yang penting mereka
tercukupi’. Suatu ketika mereka pergi bersama untuk makan malam bersama, si ibu tampil
cantik karena dia amat modis dan tak mau ketinggalan zaman, sang suami tampil biasa,
begitupun sang anak, di mobil hanya diam-diaman, hanya obrolan ‘Sedikit’ terucap oleh
suami istri dan sang anak hanya sibuk memainkan gadgetnya saja dan berbincang dengan
temannya lewat di dunia maya, sang anak merasa kebahagiaan sesungguhnya hanya di dunia maya bukan di dunia nyata. Saat makan bersamapun hanya suara piring, garpu, dan
sendok yang terdengar bukan omongan seminggu ini melakukan apa saja. Selesai makanpun
sama saja seperti saat berangkat untuk makan malam.



Dan mereka menuliskan semua cerita mereka di laptopnya dan seketika sang anak pergi
menginap di rumah temannya ‘Bu, Yah aku punya cerita, tolong kalian baca. Aku mohon
kalian baca!’

Sang anakpun menuliskan ‘Maaf oarngtuaku sayang. Bu, Yah kalian tahu sebenarnya aku
nakal saat di sekolah dan di rumah tetapi aku mampu menahan egoku di lingkungan, aku di
sekolah nakal hanya ingin diperhatikan, aku terkadang mengajak teman-temanku pergi
tetapi mereka harus pulang karena ibunya menyuruhnya pulang, KALAU AKU? Tidak ada.
Apa aku iri? Jawabanku Iya Aku Iri SEKALI. Saat Ibu ataupun Ayah dipanggil di sekolah karena
aku ingin kalian tahu aku, tak sibuk dengan pekerjaan kalian, menurutku kalian sudah datang
sudah peduli dan memarahiku tapi aku berusaha terima nasihatmu. Oranglain kalau
dimarahi terkadang tidak suka, kalau aku suka itu. Apa kalian tahu aku sudah beranjak
dewasa? Apa kalian perhatikan ini, tiap kali aku diasuh dan untungnya yang mengasuhku
betah denganku. Aku tahu kalian sayang aku tapi aku hanya meminta kepedulian kalian
terhadap kalian, selama ini aku hanya mengalah, sejak TK aku diasuh sampai SMA seperti ini,
aku iri melihat temanku yang lain. Apa kalian tahu? Pasti tidak. Aku sayang kalian, aku tak
butuh ucapan Ibu dan Ayah sayang aku, yang hanya kubutuh perhatian kalian walau hanya
sedikit. Aku berulah juga bukan yang aneh-aneh, hanya kenakalan siswa yang biasa. Maaf
sekali lagi. Terimakasih telah membaca ?’

Dan kemudian mereka mencari anaknya dan mereka berjanji tak mengulanginya lagi seperti
beberapa tahun yang lalu dan membuat tanggung jawab mereka yang telah hilang.

Ada juga yang orangtuanya bekerja ataupun tidak mereka yang mampu berbagi dengan
anaknya, mereka sering bercerita dan bertukar pikiran dan mereka suka itu karena itu yang
mampu mengharmoniskan hubungan mereka. Keseharian anaknya diperhatikan, walau
melalui komunikasi telepon, itu sudah menunjukkan bahwa mereka peduli dan sang anak
mampu berprestasi dalam sekolahnya.

Rabu, 21 Maret 2012

Jika Orang Jawa Menjadi Teroris

Karya sastra yang akan saya komentari adalah sebuah buku yang menceritakan tentang beberapa aksi teroris yang sempat muncul belakangan ini. Tidak ada maksud rasis pada buku ini(karna saya sendiri orang jawa)


           Bagi sebagian masyarakat mempersepsikan orang Jawa adalah orang yang ramah, santun, religius, dan suka mengalah. Karakter orang Jawa, kemudian disimbolkan dalam perwayangan  dengan Pandawa Lima. Yakni, Puntodewo, Werkudoro, Arjuna, Nakula, dan Sadewo. Puntodewo, Nakula, dan Sadewa di artikan sebagai tokoh yang lemah-lembut dan selalu mengalah.
           Sedangkan, Arjuna sebagai tokoh yang pandai, baik dalam diplomasi maupun perang. Sedangkan, Werkudoro tokoh yang lurus, pemberani, dan pantang menyerah. Lantas, bagaimana dengan banyaknya orang Jawa yang menjadi teroris apakah masih pantas orang Jawa di simbolkan dengan Pandawa Lima?
           Mayoritas penduduk  Jawa Muslim. Islam di sebarluaskan oleh para Walisongo. Seiring dengan isu teroris di dunia mencuat pasca tragedi 11/9 di Amerika banyak kaum radikal kemudian menyebarkan panji-panji Jihad untuk memerangi kaum kafir seperti orang Amerika, Eropa dan negara-negara non Muslim lainnya. Bangsa Indonesia, khusunya Jawa  di jadikan sebagai tempat dakwah ideologi radikal. Banyak generasi muda orang Jawa di ajak untuk berjihad. Dengan dalih, Jihad suci sesuai perintah Agama dan di jamin akan masuk surga. Akhirnya, banyak orang-orang muda jawa terperangkap yang kemudian menjadi teroris akibat di cekoki ideologi radikal. Seperti, Amrozi, Imam Samudera, Abu Dujana, dan Abu Bakar Baasyir dll.
           Terorisme telah menebar kekhawatiran dan ketakutan kepada masyarakat.. Dan, sewaktu-sewaktu ia mampu mengebom dan membuat ancaman secara mengejutkan.  Citra Islam sebagai agama pembawa rahmat bagi pemeluknya di bungkus dengan kebencian dan makian oleh kaum radikalisme. Misi dakwah kaum radikal yang sukses mendapat pengikut banyak di Jawa. Setelah sukses mengembangkan jaringan di Jawa akhirnya, kini Jawa di jadikan sebagai tempat pengendali aksi gerakan terorisme di Indonesia. Sekalipun, para gembong teroris tersebut kini sudah banyak yang sudah tertembak mati dan tertangkap hidup-hidup namun, masih saja bermunculan wajah-wajah baru pelaku teroris. Ibarat mati satu tumbuh seribu.
          Buku bertajuk” Orang jawa menjadi teroris” karya Bambang Pranow berusaha membeberkan mengapa banyak orang Jawa terseret menjadi teroris. Padahal, orang Jawa sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi toleransi, dan religius tidak mudah di pengaruhi oleh paham-paham lain yang bertentangan. Sebagaimana, Islam dapat masuk ke Jawa melalui akulturasi budaya. Berbeda dengan gerakan Islam radikal yang ada di Jawa mereka berdakwah dengan cara-cara picik dan licik.  Sebagaiman diketahui bahwa “Abu Dujana, Abu Irsyad, Amrozi dll di gembleng secara fisik, psikologis, dan ideologis untuk melakukan perang dengan orang kafir yang harus di perangi ”.(Hal 18)
            Di tengah kehidupan berbangsa yang semakin kompleks fakto kemisikinan dan ketidakadilan yang di alami umat Islam nampaknya menjadi penyebab mereka teriur untuk ikut menjadi teroris. Dalam konteks inilah, buku ini penting untuk di baca. Buku yang merupakan bunga rampai dari sekumpulan artikel yang tercecer di mana-mana menarik kita baca. Buku ini, menggugah diri kita untuk bagaimana menyelesaikan persoalan terorisme di Indonesia khusunya di Jawa.  Dan, menjadikan inspirasi bagi kita untuk tidak membiarkan gerakan teroris di sekeliling kita.

Jumat, 09 Maret 2012

PENGARUH KEBUDAYAAN

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang, seperti bahasa, etika, cara berpakaian, dialek seseorang tersebut. Misalnya, budaya berpakaian di kota agak berbeda dengan yang masih berada di pedesaan. Masyarakat di kota lebih cenderung memakai pakaian yang lebih terbuka dibandingkan dengan mereka yang tinggal di desa yang masih memegang adat istiadat.
Lalu berikutnya tentang dialek atau logat berbicara. Pada daerah tertentu, dialek bahasanya ada yang memiliki intonasi tinggi sehingga menimbulkan kesan "galak" atau sedang marah-marah, padahal sebetulnya tidak. Tetapi ada juga yang dialek bahasanya sangat halus.